Senin, 04 Agustus 2008

JAWABAN BAGI YANG MENOLAK POLIGAMI

JAWABAN ATAS GERAKAN PENOLAKAN POLIGAMI

Mengapa Rasulullah berpoligami? Cara alasan-alasannya lewat dalil-dalil syar’ie, kitab-kitab atau bertanya pada para ulama. Mengapa para sahabat dan ulama-ulama salaf berpoligami? Cari alasan-alasan mereka dalam kitab-kitab dan buku-buku sejarah. Barangkali alasan dan latar belakang Rasulullah dan para sahabat itu berpoligami itu sama dengan apa

Atau bisa kita mencari tahu, mengapa Bung Karno berpligami? Cari tahu alasan beliau. Siapa tahu motivasi dan alasan dia berpoligami bisa diterima oleh istri Anda. Atau cari tahu alasan-alasan dari tokoh-tokoh seperti Puspo Wardoyo yang pengusaha, Aa Gym yang ustad dan juga pengusaha, Malik Bawazir yang pengacara, AM Fatwa dan Zainal Ma’arif yang politikus dan masih banyak tokoh dengan berbagai profrsi yang berpoligami. Siapa tahu diantara motivasi dan alasan mereka berpoligami bersesuaian dengan pribadi Anda.

Pada asalnya, syariat Islam mendorong hubungan di antara 2 orang atau di antara paling banyak 4 istri dengan seorang suami. Al Qur’an menetapkan “jika kamu tidak dapat berbuat adil hendaknya kamu mengambil satu orang saja”. Hubungan poliginis, yang dibatasi pada 4 orang saja, merupakan jalan keluar baik bagi sekelompok orang yang mempunyai problem biologis maupun ekonomis. Poligini diantara seorang laki-laki dengan 2-4 orang istri yang sudah dikenal dengan baik, jelas hampir tidak menimbulkan resiko STD (Sexually Transmitted Deaseses). Bila poligini dipersulit, sebagian dari laki-laki akan memuaskan kebutuhannya dalam prostitusi. Sementara kita semua tahu, bahwa prostitusi adalah penyebab STD yang paling besar, karena prostitusi mengandung implikasi promiskuitas. Jika laki-laki dibatasi dengan 4 orang istri maka perempuan dibatasi dengan ‘iddah yang juga mencegah terjadinya promiskuitas. Menurut Survey, mengembangan AIDS & STD lebih banyak terjadi di negara-negara yang anti poligami.

Kembali kepada kasus Aa Gym, wajar saja jika popularitas Aa Gym akan turun saat ini karena masyarakat kita adalah masyarakat sekuler, yaitu masyarakat yang memisahkan agama dari kehidupan. Islam hanya ditaruh dipojok-pojok masjid dan dilemari-lemari buku. Islam tidak difahami lalu diamalkan, tetapi dimengerti lalu dilupakan. Mereka (kaum anti poligami) itu semua tahu bahwa poligami hukumnya MUBAH, tetapi akal-akal dan emosi telah menyelimuti hati dan pikiran mereka hingga pandangan mereka jauh dari apa yang telah dikatakan oleh Allah dan RasulNya. Mereka yang melarang poligami lebih mementingkan kepentingan dirinya atau kelompoknya yang hampir semuanya bermasalah. Sekali lagi, poligami adalah solusi dan pilihan bagi kaum prempuan, TIDAK BISA disunahkan atau diharamkan!

ALASAN-ALASAN MEREKA YANG MENOLAK POLIGAMI

1. Ayat Poligami sudah dimansukh oleh QS An Nisa:129, yang menyatakan bahwa tidak ada manusia yang mampu berbuat adil

2. Rasulullah tidak menikah lagi ketika Sydh.Khadijah masih hidup

3. Poligami Rasulullah = menikahi janda2 tua

4. Poligami menyebabkan kekerasan dalam rumah tangga

5. Menurut Survey, Poligami merendahkan dan menindas kaum perempuan dan bahwa sekarang ini laki-laki dan perempuan sama jumlahnya

6. Poligami hanya untuk melampiaskan nafsu sex semata

7. Rasulullah pernah melarang Imam Ali Bin Abi Thallib berpoligami

8. Poligami adalah adat arab kuno yang mau dihapus oleh Islam secara bertahap

9. Poligami lebih banyak mudharatnya

10. Poligami harus diharamkan berdasarkan al-maqashid al-syar'iyyah (tujuan syarak)

ALASAN PENOLAKAN 1: Ayat Poligami sudah dimansukh oleh ayat Annisa 129 : Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Jawabannya:

Adil disini bukan “JUST”, tapi akal sehat karena kalau definisi adil = keadilan Tuhan, atau keadilan Nabi SAW. Maka tidak akan ada ke’adil’an didunia ini apalagi sudah dipastikan oleh al Qur’an diatas bahwa manusia tidak bisa pernah adil.

Lalu bagaimana dengan wajibnya 2 orang saksi adil untuk thalaq kalau tidak ada manusia yang mampu melakukannya? Kalau 1 orang saja, tidak bias lalu kenapa Allah SWT mewajibkan kita mencari 2 orang saksi adil? Mana mungkin ada 1 ayat yang bertentangan dengan yang lainnya? Islam sangat menganggap penting keberadaan saksi pada segala urusan yang berkaitan dengan kepentingan orang banyak (hak orang lain), diantaranya masalah hutang piutang, cerai, zina dan lainnya. Sehingga, kalau memang manusia tidak bisa adil maka, harusnya tidak berlakulah seluruh ayat yang memakai ayat adil, padahal kita jelas-jelas memerlukan keadilan.

Definisi saksi adil dalam al Qur’an adalah berakal sehat, mampu mengambil keputusan sebagai manusia normal, dan menjalankan syariat sesuai dengan kemampuannya. Adil dengan syarat yang dipersulit bisa membuat kesaksian orang Islam semuanya gugur. Menurut Imam Ja'far ash Shodiq as, ayat ”kamu tidak akan mampu berbuat adil walaupun kamu mau” berlaku dalam hal perasaan atau kecenderungan kasih sayang. Rasulullah saw misalnya jelas lebih menyayangi Khadijah daripada 'Aisyah hatta setelah Khadijah meninggal dunia. Rasulullah lebih mencintai 'Aisyah daripada yang lainnya (menurut hadis-hadis Sunni) dan lebih mencintai Ummu Salamah dan Zainab daripada Aisyah dan Hafshah (menurut Syiah).

Definisi saksi adil dalam Alquran adalah sepert dalam ayat ke delapam surat Al Maidah : ”Hai orang-orang yang beriman orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Al Maidah : 95. “Hai orang-orang yang beriman orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. Al Maidah : 106, “Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan dimuka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian. Kamu tahan kedua saksi itu sesudah sembahyang (untuk bersumpah), lalu mereka keduanya bersumpah dengan nama Allah, jika kamu ragu-ragu: "(Demi Allah) kami tidak akan membeli dengan sumpah ini harga yang sedikit (untuk kepentingan seseorang), walaupun dia karib kerabat, dan tidak (pula) kami menyembunyikan persaksian Allah; sesungguhnya kami kalau demikian tentulah termasuk orang-orang yang berdosa". Ath Thalaq : 102, “Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan 2 orang saksi yang adil diantara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari Akhirat. Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.

Menurut Ibn Katsir, Saksi adil dalam QS Al Maidah 95 & 106 adalah seluruh orang Islam dan dalam QS Ath Thalaq: 2, definisi saksi adil adalah orang yang percaya kepada Allah, hari akhir dan takut kepada siksa Allah

Maka adil disini jelas tidak sama dengan keadilan Tuhan atau keadilan Nabi. Apalagi Nabi SAW juga cukup lelah dgn beberapa istrinya yang berakhlaq buruk (ref: QS AT-Tahrim 2-3)

Kalau dilihat dari ayat QS 4: 3, maka ayat Poligami adalah ayat yang jelas bolehnya Poligami secara MUTLAK. Kalimat itu selesai dengan sempurna dan berdiri sendiri. Selanjutnya dimulai dengan kalimat baru ( kalaam musta’niif) dengan makna baru yang bersyarat. Ibnu Abbas berpendapat bahwa ayat 4 Annisa ini berkenaan dengan hal cinta kasih sayang dan jima’. Sehingga Allah SWT telah mewanti-wanti kepada para suami bahwa mereka tidak akan dapat berlaku adil dalam masalah cinta kasih sayang dan jima’. Maka tidak ada kewajiban untuk berlaku adil karena manusia tidak sanggup berlaku adil dalam perkara ini.

Adapun perintah agar seorang suami berlaku adil kepada istrinya adalah perintah berlaku adil seperti dalam masalah fisik, nafkah, menggilir & menyantuni mereka, pakaian, tempat tinggal dll. Atau keadilan sebatas kemampuan dan potensi diri suami yang telah mengerahkan segala kemampuan dan potensi dirinya. Sedangkan larangan condong terlalu berlebihan bukan berarti condong kepada salah seorang istri. Tapi kecondongan berlebihan yang kepada salah seorang istri sehingga yang lain terkatung-katung dan terdzalimi. Oleh karena itu, pengertian QS an Nisaa’ 4 tersebut adalah “jauhilan sikap condong yang berlebihan (atau kecondongan mutlak) kepada salah seorang istri kalian”

ALASAN PENOLAKAN 2 : Rasulullah tidak menikah lagi ketika Sayyidah.Khadijah ra masih hidup

Jawabannya:

Kalau Nabi SAW tidak menikah ketika bersama Khadijah as, itu karena Khadijah memiliki semua kemulyaan wanita pada zaman itu. Khadijahlah yang menghabiskan harta, waktu, tenaga dan pikirannya untuk dakwah Rasulullah. Beliau adalah symbol kesempurnaan perempuan. Dalam sejarahpun Sydh. Kadijah tercatat sebagai slah satu wanita suci. Lagi pula, kita harus mengikuti sunnah, bukan semata-mata hadis. Rasulullah menikahi Khadijah dan tidak menikahi wanita lain pada waktu Khadijah hidup, adalah hadis. Bukan sunnah. Kalau itu dijadikan sunnah, maka semua bujangan harus mulai nikah dengan janda dulu, sampai janda itu meninggal dunia. Yang disebut sunnah adalah definisi hadis plus "alladzi yashluhu an yakuuna daliilan syar'iyyan" (yang tepat digunakan sebagai dalil syarak). Nabi diriwayatkan lahir di Mekkah pada tahun Gajah. Itu hadis. Kalau ini Sunnah maka semua perempuan muslimah yang hamil harus pergi ke Mekah dan melahirkan anaknya di sana dan harus hamil pada tahun Gajah. Sekarang yang sering kita dengar ada tahun monyet, ular, babi, dsb. Bagaimana?

ALASAN PENOLAKAN 3 : Poligami Rasulullah SAW hanya menikah kepada janda-janda tua saja

Jawabannya :

Tidak benar Nabi SAW hanya menikah kepada yang tua saja karena justru yang tua, hanya 1 orang, Ummu Salamah binti Abu Umaiyah al Mughirah, yang memang janda yang lebih tua dari Rasulullah SAW tapi berwajah cantik dan berakhlak mulia. Istri-istri nabi lainnya muda-muda, seperti: Zainab binti Khuzaimah, Aisyah bin Abu Bakar, Hafshah bin Umar, Juwayriyah binti al Harits, Ummu Habibah binti Abu Sufyan bin Harb, Saudah binti Zam’ah bin Qais, Zainab binti Riab, Maimunnah binti al Harits bin Hazn Shafiyah bin Huyai bin Akhtab yang Yahudi dan Maria al Qibtiyah yang Nashara dll. Mereka semua muda dan cantik. (Tapi ingat bahwa cantik disini sifatnya, “relative”)

ALASAN PENOLAKAN 4: Poligami menyebabkan kekerasan dalam rumah tangga

Jawabannya:

Kekerasan dalam rumah tangga juga terjadi dalam pernikahan monogamy. Bahkan tingkat perceraian yang diikuti dengan KDRT, lebih banyak terjadi dalam pernikahan monogamy lebih banyak dibanding dengan poligami.

ALASAN PENOLAKAN 5: Menurut Survey, Poligami merendahkan dan menindas kaum perempuan dan bahwa sekarang ini laki-laki dan perempuan sama jumlahnya

Jawabannya:

Sejak kapan Survey dipakai untuk menerapkan suatu aturan agama? Justru poligami menyelamatkan kaum perempuan. Dengan poligami, kaum perempuan mempunyai hak sebagai istri dan dalam hak reproduksi. Jika poligami dilarang, maka perzinahanlah yang paling marak dan melahirkan perempuan dan anak yang telantar. Kenyataan imperis, pelaku pelecehan dan penindasan terhadap kaum perempuan adalah kaum perempuan sendiri, dengan melarang suaminya menikah lagi. Artinya bukan poligami yang merendahkan kaum perempuan tapi istri pertamalah perlaku pertama yang merendahkan kaum perempuan karena dia tidak mau suaminya bertanggung jawab atas hubungannya dengan wanita lain.

ALASAN PENOLAKAN 6: Poligami hanya untuk melampiaskan nafsu sex semata

Jawabannya:

Motivasi pernikahan bukan hanya untuk sexual saja, karena kalau kita hanya melihat dari sisi itu maka hampir semua pernikahan kembalinya kepada hal tersebut. Tetapi yang lebih penting dari itu adalah menjaga diri dari melanggar batas yang sudah ditentukan oleh Allah SWT, seperti perzinahan, onani, lesbian, homosexual dan lain-lain. Ngerti ora..?

PENOLAKAN 7 : Rasulullah saw pernah melarang Imam Ali Bin Abi Thallib berpoligami.

Jawabannya :

Ada segelintir orang yang memlintir suatu hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim tentang kisah Ali bin Thallib yang pada saat itu telah menjadi menantu Rasulullah saw dan Rasulullah bersabda: “tidak aku izinkan, tidak aku izinkan, tidak aku izinkan, kecuali Ali rela menceraikan putriku dan menikahi putrinya Abu Jahal. Sesungguhnya Fathimah adalah darah dagingku, menyenangkanku apa yang menyenangkannya, menyakitiku apa yang menyakitinya”.

Kalau kita lihat sampai disini memang benar Rasulullah saw melarang poligami yang dilakukan oleh Imam Ali as. Sehingga hadits ini sering dijadikan hujjah oleh sekelompok orang-orang yang mengharamkan poligami. Lihat kenapa Rasulullah melarang? Mana mungkin Rasulullah melanggar ayat Allah SWT?

Lanjutan dari sabda Rasulullah saw adalah: “Sungguh aku tidaklah mengharamkan sesuatu yang halal dan menghalalkan sesuatu yang haram. Akan tetapi, demi Allah, tidak akan putri Rasulullah berkumpul dengan putri musuh Allah SWT dalam suatu tempat selama-lamanya”. Artinya Rasulullah SAW telah mengetahui bahwa poligami itu mubah tapi pelarangan Beliau kepada Ali as bukan perintah untuk pengharaman poligami melainkan untuk tidak mengumpulkan puti Rasulullah SAW dengan putri musuh Allah SWT dibawah lindungan Imam Ali as.

Alasan kedua, bagi kami kaum Syi’ah, yang tidak kalah penting adalah hadist ini TERBUKTI DHAIF karena tidak mungkinlah Imam Ali as mau menikahi sembarang perempuan, apalagi dia anak Abu Jahal. Akhlaq Imam Ali yang mulia, pasti memilih perempuan untuk melanjutkan perjuangan da’wah Islamnya. Karena itu setelah Sayyidah Fathimah as wafat, Imam menikah lagi dengan mujahidah mulia, Ummu Banin, yang semua anak-anaknya syahid menjadi pembela Imam Hussayn as di KARBALA.

ALASAN PENOLAKAN 8 : Poligami adalah adat arab kuno yang mau dihapus oleh Islam secara bertahap.

Jawabannya:

Atas dasar apa Islam akan menghapuskan sebuah ayat hanya karena kesalahan tehnis pelakunya? Ayat al Qur’an yang suci ini, berlaku sejak zaman Nabi saw sampai hari kiamat. Tidak ada satu manusiapun yang mampu merubahnya.

ALASAN PENOLAKAN 9: Poligami lebih banyak mudharatnya.

Jawabannya :

Dampak Negatif berpoligami:

  • Mendapat tekanan social (masyarakat menganggap buruk pelakunya)
  • Mendapat tekanan legal ( bagi peg, negeri: poligami dilarang)
  • Mendapat tekanan ekonomis ( diperlukan biaya besar untuk memadu)
  • Kadang bias mendapat tekanan politis

Dampak Positif berpoligami:

  • Terhindar dari maksiat dan zina
  • Meperbanyak keturunan
  • Melindungi para janda, perawan tua dan kelebihan perempuan
  • Kebutuhan sex suami terselesaikan saat istrinya melahirkan, haid, sakit, uzur dll
  • Istri terpacu untuk melakukan yang terbaik bagi suaminya karena ada yang lain
  • Melatih kesabaran dan menekan egoisme
  • Anak yang dilahirkan menpunyai legal formal
  • Status yang jelas bagi bagi perempuan

Lalu mana yang lebih banyak mudharatnya?

Jika kita menolah poligami:

§ Pengingkaran terhadap hukum Allah SWT

§ Maksiat dan zinah merajalela

§ Ketertindasan perempuan

§ Anak-anak lahir tanpa status yang jelas, sehingga nafkahnya dan ahk warisnya terabaikan

§ Aborsi dimana-mana

Sebab Istri takut dipoligami:

§ Kehilangan cinta dan kasih saying suami

§ Membayangkan kemesraaan suami dengan madunya

§ Takut harta benda suami akan berpindah pada madunya

§ Berprasangka buruk dan curiga yang berlebihan

§ Cemburu kepada anak-anak madunya

§ Takut hak warisnya berkurang

§ Takut ditinggalkan suami

ALSAN PENOLAKAN 10: Poligami harus diharamkan berdasarkan al-maqashid al-syar'iyyah (tujuan syarak).

Jawabannya:

Akan saya tunjukkan kesalahan mereka yang keberatan bahwa poligami adalah pelanggaran semua al-maqashid al-syar'iyyah adalah sbb:

  1. Dengan melarang poligami akan terjadi promiskuitas tanpa aturan agama. Orang menyalurkan seksnya pada pasangan yang berganti-ganti, yang tidak halal. Penelitian empiris menunjukkan bahwa berbagai penyakit fatal seperti Aids dan STD lainnya subur pada masyarakat yang antipoligami. Dengan begitu pelarangan poligami melanggar prinsip al-muhaafazhah 'alan nafs (yang lebih baik diterjemahkan sebagai menjaga kehidupan).
  2. Bila poligami dilarang akan berkembang pernikahan sirri, istri-istri simpanan yang tidak diperlakukan dengan tanggungjawab. Nanti terjadi masalah dalam keturunan mereka. Begitu pula kalau tidak menikah tetapi kumpul kebo misalnya. Anak yang lahir tidak terpelihara dan tidak diakui bapaknya. Ini melanggar almuhafazhah 'al aln nasl (menjaga keturunan).
  3. Bila poligami dilarang, poligami akan dilakukan diam-diam. Hak pemilikan istri pada harta suaminya tidak akan bias dipenuhi. Begitu pula, kalau org bergaul lebih dari satu orang istri tanpa menikah, mereka tidak mendapat jaminan ekonomis apa pun baginya dan bagi keturunannya. Ini pelanggaran pada prinsip al-muhaafazhah 'alal amwal (menjaga harta).
  4. Tanpa poligami yang bertanggungjawab, akan terjadi pelecehan pada kehormatan perempuan, dan kita sudah melihat banyak contoh orang-orang disekitar. Ini melanggar prinsip al-muhaafazhah 'alal 'ardh (menjaga kehormatan).
  5. Terakhir, menghapuskan poligami akan banyak membuat orang kehilangan akal sehatnya, depresi, kecemasan, dan berbagai mental-disorder. Jadi ini melanggar prinsip al-muhaafazhah 'alal 'aql. (menjaga kewarasan akal)

CURHAT PERAWAN TUA

JERITAN SEORANG PERAWAN TUA

“Semula saya sangat bimbang sebelummenulis untuk kalian karena ketakutan terhadap kaum wanita karena saya tahu bahwasanya mereka akan mengatakan bahwa aku ini sudah gila, atau kesurupan.

Akan tetapi, realita yang aku alami dan dialami pula oleh sejumlah besar perawan-perawan tua, yang tidak seorang pun mengetahuinya, membuatku memberanikan diri.

Saya akan menuliskan kisahku ini dengan ringkas.

Ketika umurku mulai mendekati 20 tahun, saya seperti gadis lainnya memimpikan seorang pemuda yang multazim dan berakhlak mulia.

Dahulu saya membangun pemikiran serta harapan-harapan; bagaimana kami hidup nanti dan bagaimana kami mendidik anak-anak kami... dan.. dan...

Saya adalah salah seorang yang sangat memerangi poligami.

Hanya semata mendengar orang berkata kepadaku, “Fulan menikah lagi yang kedua"”, tanpa sadar saya mendoakan agar ia celaka.

Saya berkata, “Kalau saya adalah istrinya -yang pertama- pastilah saya akan mencampakkannya, sebagaimana ia telah mencampakkanku”.

Saya sering berdiskusi dengan saudaraku dan terkadang dengan pamanku mengenai masalah poligami.

Mereka berusaha agar saya mau menerima poligami, sementara saya tetap keras kepala tidak mau menerima syari'at poligami.

Saya katakan kepada mereka, “Mustahil wanita lain akan bersama denganku mendampingi suamiku”.

Terkadang saya menjadi penyebab munculnya problema-problema antara suami-istri karena ia ingin memadu istri pertamanya; saya menghasutnya sehingga ia melawan kepada suaminya.

Begitulah, hari terus berlalu sedangkan aku masih menanti pemuda impianku. Saya menanti... akan tetapi ia belum juga datang dan saya masih terus menanti.

Hampir 30 tahun umurku dalam penantian.

Telah lewat 30 tahun... oh Illahi, apa yang harus kuperbuat? Apakah saya harus keluar untuk mencari pengantin laki-laki? Saya tidak sanggup, orang-orang akan berkata wanita ini tidak punya malu.

Jadi, apa yang akan saya kerjakan? Tidak ada yang bisa saya perbuat, selain dari menunggu.

Pada suatu hari ketika saya sedang duduk-duduk, saya mendengar salah seorang dari wanita berkata, “Fulanah jadi perawan tua”.

Aku berkata kepada diriku sendiri, “Kasihan Fulanah jadi perawan tua”, akan tetapi... Fulanah yang dimaksud itu ternyata aku.

Ya Illahi!

Sesungguhnya itu adalah namaku... saya telah menjadi perawan tua.

Bagaimanapun saya melukiskannya kepada kalian, kalian tidak akan bisa merasakannya.

Saya dihadapkan pada sebuah kenyataan sebagai perawan tua.

Saya mulai mengulang kembali perhitungan-perhitunganku, apa yang saya kerjakan?

Waktu terus berlalu, hari silih berganti, dan saya ingin menjerit.

Saya ingin seorang suami, seorang laki-laki tempat saya bernaung di bawah naungannya, membantuku menyelesaikan problema-problemaku...

Saudaraku yang laki-laki memang tidak melalaikanku sedikit pun, tetapi dia bukan seperti seorang suami.

Saya ingin hidup; ingin melahirkan, dan menikmati kehidupan.

Akan tetapi, saya tidak sanggup mengucapkan perkataan ini kepada kaum laki-laki.

Mereka akan mengatakan, “Wanita ini tidak malu”.

Tidak ada yang bisa saya lakukan selain daripada diam.

Saya tertawa... akan tetapi bukan dari hatiku.

Apakah kalian ingin saya tertawa, sedangkan tanganku menggenggam bara api? Saya tidak sanggup...

Suatu hari, saudaraku yang paling besar mendatangiku dan berkata, “Hari ini telah datang calon pengantin”, tapi saya menolaknya...

Tanpa terasa saya berkata, “Kenapa kamu lakukan? Itu tidak boleh!” Ia berkata kepadaku, “Dikarenakan ia menginginkanmu sebagai istri kedua, dan saya tahu kalau kamu sangat memerangi poligami”.

Hampir saja saya berteriak di hadapannya, “Kenapa kamu tidak menyetujuinya?” Saya rela menjadi istri kedua, atau ketiga, atau keempat...

Kedua tanganku didalam api.

Saya setuju, ya saya yang dulu memerangi poligami, sekarang menerimanya. Saudaraku berkata, “Sudah terlambat”.

Sekarang saya mengetahui hikmah dalam poligami.

Satu hikmah ini telah membuatku menerima, bagaimana dengan hikmah-hikmah yang lain? Ya Allah, ampunilah dosaku.

Sesungguhnya saya dahulu tidak mengetahui.

Kata-kata ini saya tujukan untuk kaum laki-laki, “Berpoligami-lah, nikahilah satu, dua, tiga, atau empat dengan syarat mampu dan adil.

Saya ingatkan kalian dengan firman-Nya, ”... Maka nikahilah olehmu apa yang baik bagimu dari wanita, dua, atau tiga, atau empat, maka jika kalian takut tidak mampu berlaku adil, maka satu...” Selamatkanlah kami. Kami adalah manusia seperti kalian, merasakan juga kepedihan. Tutupilah kami, kasihanilah kami.

Dan kata-kata berikut saya tujukan kepada saudariku muslimah yang telah bersuami, “Syukurilah nikmat ini karena kamu tidak merasakan panasnya api menjadi perawan tua.

Saya harap kamu tidak marah apabila suamimu ingin menikah lagi dengan wanita lain.

Janganlah kamu mencegahnya, akan tetapi doronglah ia.

Saya tahu bahwa ini sangat berat atasmu.

Akan tetapi, harapkanlah pahala di sisi Allah.

Lihatlah keadaan saudarimu yang menjadi perawan tua, wanita yang dicerai, dan janda yang ditinggal mati; siapa yang akan mengayomi mereka? Anggaplah ia saudarimu, kamu pasti akan mendapatkan pahala yang sangat besar dengan kesabaranmu”

Engkau mungkin mengatakan kepadaku, “Akan datang seorang bujangan yang akan menikahinya”.

Saya katakan kepadamu, “Lihatlah sensus penduduk. Sesungguhnya jumlah wanita lebih banyak daripada laki-laki. Jika setiap laki-laki menikah dengan satu wanita, niscaya banyak dari wanita-wanita kita yang menjadi perawan tua. Jangan hanya memikirkan diri sendiri saja. Akan tetapi, pikirkan juga saudarimu. Anggaplah dirimu berada dalam posisinya”.

Engkau mungkin juga mengatakan, “Semua itu tidak penting bagiku, yang penting suamiku tidak menikah lagi.”

Saya katakan kepadamu, “Tangan yang berada di air tidak seperti tangan yang berada di bara api. Ini mungkin terjadi. Jika suamimu menikah lagi dengan wanita lain, ketahuilah bahwasanya dunia ini adalah fana, akhiratlah yang kekal. Janganlah kamu egois, dan janganlah kamu halangi saudarimu dari nikmat ini. Tidak akan sempurna keimanan seseorang sehingga ia mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri”.

Demi Allah, kalau kamu merasakan api menjadi perawan tua, kemudian kamu menikah, kamu pasti akan berkata kepada suamimu. “Menikahlah dengan saudariku dan jagalah ia. Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepadamu kemuliaan, kesucian, dan suami yang shalih”.

DEBAT POLIGAMI JADUL

    
DEBAT POLIGAMI MENJELANG KEMERDEKAAN RI          
 
Oleh: Adian Husaini 
 
Pada tahun 1937, seorang cendekiawan Muslim Indonesia bernama Mr. 
Yusuf Wibisono, menulis sebuah buku berjudul "Monogami atau Poligami: 
Masalah Sepanjang Masa". Aslinya, buku ini ditulis dalam bahasa 
Belanda dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Soemantri 
Mertodipuro pada tahun 1954. Karena tidak memiliki biaya, baru pada 
tahun 1980, buku Mr. Yusuf Wibisono ini diterbitkan.
 
Yusuf Wibisono sendiri tidak berpoligami. Ia adalah seorang tokoh 
Masyumi, tokoh ekonomi, keuangan dan perbankan. Dia pernah menjadi 
menteri keuangan pada 1951-1952 dan direktur sejumlah bank di Jakarta 
dan Yogya. Sebagai tokoh pers, dia adalah pemimpin redaksi Mimbar 
Indonesia. Jabatan penting lain yang pernah dipegangnya adalah rektor 
Universitas Muhammadiyah dan Universitas Tjokroaminoto. Tapi, 
hidupnya sangat bersahaja. Hingga istrinya meninggal, dia tidak 
memiliki rumah pribadi.
 
Meskipun buku ini ditulis Yusuf Wibisono saat menjadi mahasiswa di 
zaman penjajahan, buku ini tampak memiliki kualitas ilmiah yang 
tinggi, dan memberikan penjelasan yang komprehensif tentang masalah 
poligami, bukan hanya dari sudut pandang hukum Islam, tetapi juga 
memuat pandangan banyak ilmuwan Barat tentang poligami. Yusuf juga 
memberikan kritik-kritik terhadap sebagian ilmuwan dari kalangan 
Muslim, seperti Ameer Ali, yang menolak hukum poligami. Selain buku-
buku berbahasa Belanda, Yusuf juga merujuk buku-buku berbahasa 
Inggris, Perancis, dan Jerman. 
 
Beberapa tahun sebelumnya, pada 1932, seorang wanita bernama Soewarni 
Pringgodigdo, menulis satu artikel tentang poligami di Koran `Suluh 
Indonesia Muda'  yang memberikan kritikan keras terhadap poligami. 
Menurut Soewarni, poligami adalah hal yang nista bagi wanita, dan 
bahwasanya Indonesia merdeka tak akan bisa sempurna, selama rakyatnya 
masih menyukai lembaga poligami. 
 
Mr. Yusuf Wibisono memberikan bukti-bukti ilmiah tentang keunggulan 
pandangan Islam yang membuka pintu poligami dengan syarat-syarat 
tertentu. Sistem ini merupakan `jalan tengah' dari sistem perkawinan 
kuno yang tidak memberi batasan poligami atau sistem Barat yang 
menutup pintu poligami sama sekali. Dalam pengantarnya untuk edisi 
Indonesia, tahun 1980, Yusuf  Wibisono menulis bahwa, "Saya rasa umat 
manusia akhirnya akan dihadapkan kepada dua pilihan yang tidak bisa 
dihindari yakni poligami legal atau poligami tidak legal (gelap). 
Islam memilih poligami legal, dengan pembatasan-pembatasan yang 
mencegah penyalahgunaan kekuasaan kaum pria, sehingga lembaga 
poligami ini betul-betul merupakan kebahagiaan bagi masyarakat 
manusia, di mana dia sungguh-sungguh diperlukan.''
 
Salah seorang ilmuwan yang dikutip pendapatnya tentang poligami oleh 
Yusuf Wibisono adalah Georges Anquetil, pakar sosiologi Perancis, 
yang menulis buku setebal 460 halaman, berjudul "La maitresse 
legimitime" . 
 
Anquetil menulis dalam bukunya: 
 
“Suatu pertimbangan yang sudah cukup terlukis harus diingat-ingat dan 
diperkembangkan, yakni, mengapa semua orang-orang besar adalah 
penyokong poligami, seperti yang dinyatakan secara kritis oleh 
seorang pengarang dari buku Inggris : `’History and philosophy of 
marriege.” Bahkan, mereka yang hidup di bawah kekuasaan kemunafikan 
monogami, tidak mau tunduk kepadanya, tak pula mau taat kepada undang-
undang yang bersifat melawan kodrat; baik mereka itu filsuf, seperti 
Plato, Aristoteles, Bacon, Auguste Comte, atau perajurit seperti 
Alexander, Cesar, Napoleon, atau Nelson, atau penyair-penyair seperti 
Goethe, Burns, Byron, Hugo, Verlaine, Chateaubriand atau Catulie 
Mendes, maupun negarawan-negarawan seperti Pericles, Augustus, 
Buckingham, Mirabeau atau Gambetta. Apakah hasil daripada sistem yang 
munafik ini bagi orang-orang besar ini? Mereka dipaksa untuk selama-
lamanya menyembunyikan perasaan-perasaannya, selalu berdusta, baik 
terhadap istrinya sendiri maupun terhadap dunia yang mewajibkan 
mereka itu menyembunyikan anak-anaknya dan kurang menghormati mereka 
yang hanya merupakan maitressenya… Sebenarnya ialah, bahwasanya 
poligami yang semata-mata sesuai dengan hukum alam telah dilakukan 
pada setiap zaman karena hukum alam itu tetap saja, tetapi pikiran 
manusia dibuat demikian rupa, dan sangat suka kepada serba berbelit-
belit, sehingga bukannya ia memilih sistem yang semata-mata 
menguntungkan, akan tetapi justru memilih sistem yang penuh dengan 
dusta dan penipuan, yang membuat berputus asanya berjuta-juta wanita 
dan yang memaksanya hidup dalam kesedihan, kekacauan, atau dosa-dosa 
sebagai akibat dari hidup sengsara, terjerumus hidupnya dalam 
kemunafikan hewani, dan bahwa semua drama percintaan melahirkan 
turunan-turunan yang diliputi oleh perasaan iri hati yang pandir dan 
penuh kebencian, yang jumlahnya setiap harinya bertambah-tambah 
saja.”
 
Salah satu keuntungan poligami yang dijelaskan oleh Anquetil 
adalah: ”Poligami akan memungkinkan berjuta-juta wanita melaksanakan 
haknya akan kecintaan dan keibuan, yang kalau tidak, akan terpaksa 
hidup tak bersuami karena sistem monogami.” 
 
Yusuf Wibisono juga mengutip tulisan seorang ilmuwan bernama Leonard 
yang menulis: “In a great measure polygamy is much more a theoretical 
than a practical institution. Not one on twenty Moslems has even two 
wives. In any case it is not the proper and legitimate practice of 
polygamy, but in the abuse of it that the evil lies.” (Pada umumnya 
poligami lebih merupakan lembaga teoritis daripada praktis. Tidak ada 
satu dari duapuluh orang Islam beristri bahkan lebih dari seorang. 
Setidak-tidaknya keburukannya tak terletak dalam berpoligami menurut 
hukum, akan tetapi dalam penyelahgunaan poligami). 
 
Mr. Yusuf Wibisono kemudian menunjukkan bukti-bukti statistik 
perkawinan di berbagai negara Islam pada tahun-tahun itu. Di India, 
misalnya, 95 persen kaum Muslim tetap bermonogami. Di Iran, 98 
persennya tetap memilih bermonogami. Di Aljazair tahun 1869, dari 
18.282 perkawinan Islam, 17.319 adalah monogami, 888 bigami, dan 
hanya 75 orang Muslim yang mempunyai lebih dari dua orang istri. Di 
Indonesia -- menurut data statistik Indische Verlag tahun 1935 --  
dalam tahun 1930 ada 11.418.297 orang bermonogami dan hanya 75 orang 
Muslim mempunyai lebih dari dua orang istri. 
 
Buku Mr. Yusuf Wibisono ini menjadi lebih menarik karena pada tahun 
1937 sudah diberi kata pengantar oleh H. Agus Salim, seorang 
cendekiawan dan diplomat genius yang sangat dikagumi di dunia 
internasional.
 
Kiranya ada baiknya kita mengutip agak panjang pengantar H. Agus 
Salim tersebut: 
 
“Tidak bisa disangkal, pokok karangan ini aktuil. Tidak saja karena 
tindakan-tindakan luas di lapangan ini, yang dipertimbangkan oleh 
Pemerintah dan sebagian bahkan sudah dilaksanakan, akan tetapi 
terutama sekali juga karena adanya propaganda – baik yang terpengaruh 
oleh sikap anti-Islam, maupun yang tidak – yang dilancarkan oleh 
beberapa fihak. Mereka ini menganjurkan agar kepada perundang-
undangan perkawinan bagi bangsa Indonesia dan kepada anggapan-
anggapan tentang perkawinan pada umumnya diberi corak Barat.
 
Namun, bukannya tak diperlukan keberanian untuk memasuki lapangan ini 
dalam suasana yang penuh dengan anggapan-anggapan tersebut. Anggapan-
anggapan Barat ini terutama sekali merajalela di kalangan kaum 
intelektuil yang nasionalistis. Dan di lapangan ini tradisi dan 
sentimen Barat, yang `’dus beradab’ masih selalu berhasil mencekik 
kesaksian fakta-fakta serta suara hati nurani dan nalar yang wajar 
(logika).
 
Bahkan oleh karena inilah penulis patut mendapat penghargaan dan 
sokongan, sebab berdasarkan fakta-fakta yang telah ditetapkan oleh 
ilmu pengatahuan serta teori-teori yang kuat, ia berusaha menunjukkan 
kepalsuan moral seksuil dan etika perkawinan yang munafik, seperti 
yang dianut oleh masyarakat Barat, dan membela anggapan-anggapan 
tentang perkawinan maupun perundang-undangan perkawinan menurut agama 
Islam, tanpa memperindahkannya melebihi kenyataannya. 
 
Terutama sekali yang tersebut terakhir inilah yang patut dihargai. 
Akhir-akhir ini terlalu banyak dilancarka propaganda agama Islam yang 
bersifat menonjolkan “persetujuan” pihak Islam terhadap moral dan 
etika Barat, malahan moral dan etika yang terang-terangan 
bernada ”Kristen”, seperti yang lazim dianut di kalangan masyarakat 
Barat. Terlalu sering pula orang berusaha menyembunyikan ajaran-
ajaran Islam yang tak cocok dengan anggapan Barat dengan 
jalan “Umdeutung”, dengan menggunakan tafsiran yang dicari-cari. Ya, 
bahkan menghukum ajaran-ajaran itu sebagai bid’ah dan kufur. Itulah 
caranya mereka mencoba supaya Islam bisa diterima kaum muda yang 
meskipun berasal dari keluarga Islam, tapi karena pendidikan Barat 
dan simpati-simpati serta kecenderungannya yang ke-Barat-baratan 
menjadi terasing dari agama Islam. Selain dari pada itu, propaganda 
itu ditujukan pula kepada orang-orang yang tidak beragama Islam. 
 
Akan tetapi agama Islam sangat menyangsikan keuntungan yang diperoleh 
dengan menggunakan cara-cara semacam itu. Sebab dengan 
jalan `”menyesuaikan” agama Islam dengan anggapan-anggapan yang 
lazim dan berlaku dalam dunia Barat yang umumnya bersifat prinsipil 
anti Islam, yaitu dunia Barat yang mendasarkan “keunggulannya” 
kepada hal-hal yang berbeda dengan Islam – antara lain perundang-
undangan perkawinan berdasarkan monogami – maka hilanglah pula tujuan 
tertinggi agama Islam. Padahal, untuk inilah Nabi terakhir diutus 
oleh TUHAN, untuk membimbing umat manusia dari kegelapan ke arah 
cahaya pengetahuan dan kebenaran. Dengan demikian, bukanlah anggapan-
anggapan yang ada yang diuji dan disesuaikan dengan Islam, akan 
tetapi sebaliknya : Anggapan-anggapan itulah yang dipandangnya benar 
dan agama Islam diperiksa dari sudut anggapan-anggapan itu.”
 
Kata-kata Haji Agus Salim tersebut sangat mendasar untuk direnungkan. 
Apalagi, saat ini, begitu banyak kalangan yang berani menentang dan 
melecehkan Islam, juga dengan menggunakan ayat-ayat Al-Quran. 
Padahal, yang terpenting dalam memahami Al-Quran adalah 
soal ‘anggapan-anggapan’ atau cara pandang serta metodologi 
penafsiran yang digunakan. Jika Al-Quran dipahami dari perspektif 
Marxisme dan gender equality yang bersemangat ‘dendam’ terhadap laki-
laki, maka yang muncul adalah pemikiran-pemikiran yang bersemangat 
pemberontakan terhadap laki-laki, dalam segala hal. Orang-orang 
seperti ini akan mencari-cari ayat dan menafsirkannya sesuai 
dengan ’anggapan’ nya sendiri. 
 
Seorang sarjana satu perguruan tinggi Islam di Jakarta menceritakan 
pengalaman menariknya dimaki-maki wanita teman kuliahnya, hanya 
karena ia mempersilakan si wanita menempati tempat duduknya dalam bus 
kota. Si wanita mengaku terhina karena dianggap sebagai makhluk yang 
lemah. Bagi seorang wanita yang menolak hak kepemimpinan laki-laki 
dalam rumah tangga, maka dia bisa menganggap tindakan menyuguhkan 
minuman bagi suaminya adalah satu bentuk pelecehan dan penghinaan.
 
Amina Wadud misalnya menganggap penempatan shaf wanita di belakang 
laki-laki saat shalat adalah satu bentuk pelecehan terhadap wanita. 
Tentu cara pandang ini sangat berbeda dengan Muslimah yang mengakui 
konsep pengabdian dan ketaatan kepada suami.
 
Dalam soal poligami sama saja. Seorang wanita Muslimah yang memahami 
posisinya dalam konsep Islam,  akan melihat poligami dengan pandangan 
yang sangat berbeda dengan kaum feminis sekular. Sebagai wanita 
mandiri, si Muslimah akan melihat suaminya sebagai partner dalam 
menggapai ridho Allah; bukan sebagai milik pribadinya. 
 
Dia secara pribadi bisa keberatan dengan poligami terhadap dirinya, 
tanpa menolak hukum poligami. Dia bisa mengingatkan suaminya, bahwa 
poligami memerlukan kemampuan dan tanggung jawab yang tidak ringan, 
dunia akhirat. 
 
Sebaliknya, bagi laki-laki, poligami bukanlah hanya semata-mata hak, 
tetapi juga melekat tanggung jawab dunia dan akhirat. Selain dituntut 
kemampuan berlaku adil secara materi,  juga dituntut kemampuan 
menjaga seluruh keluaru
 
ganya dari api neraka. Tentu saja menjaga 4 
istri lebih berat daripada menjaga 1 istri; menjaga 20 anak tentu 
lebih berat ketimbang 2 anak. 
 
Karena itu, bagi seorang yang memiliki pandangan berdimensi akhirat, 
poligami adalah sesuatu yang berat, yang perlu berpikir serius 
sebelum mempraktikkannya. Islam mengizinkan dan mengatur soal 
poligami. Islam membuka jalan, dan tidak menutup jalan itu. Islam 
adalah agama wasathiyah, yang tidak bersifat ekstrim. Tidak melarang 
poligami sama sekali, dan tidak membebaskannya sama sekali. 
 
Jika pintu poligami ditutup sama sekali, maka tidak sedikit wanita 
yang menjadi korban. Sepanjang zaman,  banyak wanita yang ikhlas dan 
siap menjadi istri ke-2, ke-3  atau ke-4. Tidak percaya? Andaikan 
suatu ketika,  pihak istana negara BBM mengumumkan, Sang Presiden 
yang gagah perkasa membuka lowongan bagi istri ke-2, ke-3, dan ke-4, 
bisa diduga, dalam beberapa jam saja, ribuan wanita dengan ikhlas 
akan antri mendaftar.
 
Maka, bagi seorang wanita Muslimah sejati, yang menyadari kemampuan 
suaminya untuk berpoligami, tentu tidak sulit mengizinkan suaminya 
menikah lagi. Yang banyak terjadi saat ini, ternyata banyak suami 
yang tidak berpoligami, karena takut terhadap istri. 
 
Wallahu a'lam.