Senin, 04 Agustus 2008

POLIGAMI SOAL NURANI

Soal Poligami,

Mari Bertanya Pada Nurani

Poligami dalam Islam adalah rahmat Allah yang besar. Tapi sayangnya, sebagian orang dimasa sekarang menolaknya dengan keras. Penetrasi pemikiran (fikroh) sekuler, liberalisme dan feminisme telah mengaburkan pemahaman tentang poligami dalam Islam. Akhirnya, sebagian orang secara membabi-buta menolak poligami.

Sebelum memahami persoalan poligami, sudah sewajarnya kita mempelajari definisi, sejarah dan tujuan poligami itu sendiri. Tidak hanya pandai menolak dan gebyah-uyah mendangkalkan kebaikan yang ada pada poligami itu sendiri. Dengan pemahaman yang memadai, diharapkan dukungan dan penolakan terhadap poligami benar-benar lahir dari sebuah jawaban rasional.

Selain istilah poligami, dikenal istilah poligini. Poligini adalah menikahi wanita lebih dari satu dalam waktu bersamaan. Poligami memiliki makna yang sama dengan poligini. Perbedaannya, dalam poligami jumlah wanita yang boleh dinikahi dibatasi. Sedangkan poligini tidak membatasi jumlah wanita yang boleh dinikahi. Kebanyakan orang hanya mengenal poligami tanpa mengetahui bahwa istilah poligami hanyalah turunan dari istilah poligini. Sehingga poligini yang sering dilihatnya, dikiranya poligami. Bagi orang yang berlatar belakang pendidikan Matematika dan Hukum, mereka memandang penting perbedaan definisi ini.

Selain soal batasan jumlah wanita yang boleh dinikahi, perbedaan poligini dan poligami lebih banyak menyangkut maksud dan tujuan diberlakukannya poli-poli tersebut. Poligini muncul bertujuan untuk menyalurkan libido lelaki yang secara fitrah memang lebih besar daripada libido kaum hawa. Bukan kemauan para lelaki memiliki libido besar, tapi ‘sudah dari sononya’ begitu. Secara biologis, produksi sperma manusia berlangsung terus menerus tanpa henti sejak akil baligh hingga ajal menjemputnya. Sedangkan produksi ovum perempuan bisa beristirahat tiap bulannya (menstruasi). Bahkan perempuan memiliki masa menapause.

Perempuan patut bersyukur bisa melakukan haid untuk mengeluarkan sel telurnya yang tidak dibuahi. Tanpa diniatkan dan nafsu apapun, haid akan berlangsung dengan sendirinya. Tak ada wanita kebeled haid, seperti kencing. Sedangkan lelaki hanya bisa mengeluarkan sel spermanya melalui dua cara: onani dan sex. Ada dentuman hormon, emosi dan jiwa yang memaksa sperma dikeluarkan. Jika ditahan, penyakit kelenjar prostat siap menanti. Bersyukurlah wahai para wanita!

Sedangkan poligami memiliki maksud mengatasi persoalan sosial yang muncul dari poligini; yaitu kehormatan, keturunan, dan keadilan. Pertama, mengangkat kehormatan perempuan menuju perikatan suci yaitu pernikahan. Kedua, menjaga silsilah keturunan dan masa depan keturunan deri persoalaan budaya, sosial, dan ekonomi. Ketiga, menegakkan keadilan ekonomi dan biologis diantara para perempuan yang dipoligini.

Sejarah peradaban manusia diwarnai dengan praktek poligini dimana-mana. Praktek poligini dapat terjadi pada sistem sosial patrilineal (ayah) maupun matrilineal (nenek-mamak). Para nabi dalam agama samawi juga mempraktekkan poligini, tetapi poligini dalam arti poligami, bukan poligini an-sich.

Hanya dua peradaban dalam sejarah peradaban dunia yang sama sekali tidak pernah mempraktekkan poligini yaitu Romawi Kuno dan Yunani Kuno; akar dari sejarah peradaban Eropa modern. Tetapi sejarah mencatat, di dua peradaban yang menentang poligini itulah, praktek pelacuran, perzinahan dan perselingkuhan meraja lela. Monogami hanyalah praktek hukum diatas kertas. Kebutuhan sosial poligini ditoleransi dengan praktek pelacuran, perzinahan dan perselingkuhan. Disanalah wanita hanya dijadikan simbol cinta, disanjung dan dinomersatukan, tanpa diperhatikan harga dirinya.

Poligami lebih mulia daripada poligini. Asumsi awal praktek poligami sebenarnya adalah monogami. Tapi menimbang kebutuhan sosial dan biologis manusia, ada perbaikan sistem poligini, yaitu poligami. Poligami memang hanya dikenal dalam ajaran Islam. Diluar Islam, mereka justru mempraktekkan poligini.

Yang dewasa ini terjadi adalah praktek poligini, atau poligami yang disalahartikan. Mereka menggunakan dalil ‘toleransi berpoligami’ untuk menikah lagi secara bebas. Padahal untuk mengambil keputusan berpoligami, semestinya para lelaki memahami dengan baik syarat yang ditetapkan oleh Allah : Adil! Para lelaki tidak boleh cenderung pada istri yang lebih muda sehingga menimbulkan ketidakadilan ekonomi.

Konsep ketidakadilan dalam keluarga ini bukan berasal dari Islam, tapi dari negeri pendukung monogamy : yaitu Eropa (Barat). Di Eropa sering terjadi ketidak-adilan ekonomi dalam keluarga karena mereka memang tidak mengatur soal internal bahtera rumah tangga. Di Barat, harta suami adalah miliknya sendiri, dan ia bebas memberikan kepada siapapun yang ingin dia berikan. Itulah sebabnya, wanita Barat terkadang harus berjuang sendiri untuk menjaga ketahanan ekonominya, sebab lelakinya memang tidak bertanggung jawab penuh soal perekonomian keluarga.

Di Barat, konsep keluarga hanya didasarkan pada konsep ‘cinta’. Laksana Pangeran Cupid yang mendambakan Dewi Venus atau tragedi cinta St. Valentine. Nyaris seluruh catatan sejarah peradaban Yunani dan Romawi Kuno dipenuhi dengan episode soal Cinta. Konsep cinta tunggal inilah yang dikemudian hari diterjemahkan dalam konsep monogami. Pernikahan bagi orang Barat, bukanlah bertujuan pembentukan keluarga, tapi peresmian cinta.

Jangan Dewakan Cinta

Eropa berusaha melakukan expansi konsep monogami mereka dengan memaksa kaum muslimin menerima konsep monogami dengan dalih ketidakadilan, gender dan feminisme. Padahal dalam Islam tidak ada persoalan gender; sementara konsep poligami dalam Islam sudah ditata dalam konsep keadilan Islam.

Demi tujuannya itu, barat justru menebar frase pemikiran paling menakutkan dalam sejarah peradaban manusia : CINTA. Ratusan juta pemuda pemudi muslim terjerat senandung cinta, yang akhirnya justru malah menolak konsep yang telah disediakan Islam. Perlahan tapi pasti, mereka menjadi pendukung gerakan feminisme ala Barat. Sedangkan jika ditanya soal definisi dan sejarah monogami, poligini, dan poligami, mereka bungkam. Mereka cuma menelan mentah-mentah jualan cinta orang Barat.

Bicara soal poligami, mari kita melakukan riset ke tempat pelacuran. Disana kita akan bertanya para pelacur; sukakah mereka dengan profesi mereka? Jangan kaget jika mendapatkan jawaban: “Saya lebih baik dinikahi jadi istri simpanan daripada harus bergelimang dosa.” Ternyata, mereka lebih memilih jalan kehormatan : dipoligami. Tapi kita harus gigit jari, kebanyakan istri dari pelanggan kompleks pelacuran adalah pendukung berat monogami. “Mending suami gue jajan aja daripada gue dimadu.”

Mungkin Anda termasuk istri anti poligami. Bersyukurlah Anda telah mendapatan suami yang mencintai Anda dan Andapun mencintainya. Tapi janganlah sombong! Mentang-mentang Anda sudah menggenggam apa yang ingin Anda dambakan, lalu anda menghalangi kemungkinan orang lain mendapatkan kebahagiaan pula. Anda tidak mencintai pasangan hidup Anda, tapi Anda hanya mencintai diri sendiri. Cinta Anda adalah cinta yang dibalut dalam ke-Aku-an (egoisme). Ingatlah di luar sana, ada banyak wanita yang tidak seberuntung Anda, hingga mereka harus merelakan dipoligami. Mereka adalah para pelacur, korban perkosaan, janda-janda miskin, dan gadis-gadis yang telat menikah. Diluar sana banyak pula wanita yang menginginkan mendapatkan kebaikan dari suami Anda, wanita-wanita shalehah yang kesulitan mencari suami shaleh. Bagaimana jika Anda berada diposisi mereka? Mempertahanan idealisme monogami? Sampai mati kemungkinan Anda tidak mendapatkan suami yang Anda dambakan.

Atau barangkali Anda seorang lelaki yang juga anti poligami. Bersyukurlah karena istri Anda masih bisa memenuhi semua kebutuhan cinta Anda. Saya cuma berdoa, semoga anda benar-benar mencintai pasangan hidup Anda : tidak berselingkuh, tidak berzina, dan tidak melacur. Jika Anda melakukannya, tanyakan pada hati nurani Anda : Apakah Anda setuju dengan saya soal Poligami?

Tidak ada komentar: