Senin, 04 Agustus 2008

POTRET TEMAN YG BAIK

POTRET TEMAN YANG BAIK

Kunjungan Nyonya Hasan ke Rumahnya Mahmud

Ketika nyonya Mahmud membuka pintu rumahnya, la melihat nyonya Hasan datang. Setelah nyonya Hasan sampai di pintu, mereka saling berpelukan untuk melepas kerinduan. Keduanya memang dua sahabat yang cukup dekat, terlebih-lebih mereka memiliki view of life yang hampir sama.

Setelah beramah-tamah dan bertanya kabar keluarga masing-masing, nyonya Hasan seperti melihat guratan kesedihan di wajah nyonya Mahmud yang tidak bisa ditafsifkannya. Melihat hal itu, nyonya Hasan mencoba mempertanyakan hal itu kepada nyonya Mahmud, sebagaimana dialog berikut ini :

NH: "Ada apa denganmu? Aku melihat tanda-­tanda kesedihan diwajahmu? Apakah sesuatu yang buruk telah menimpamu?".

NM: "Alhamdulillah, aku baik-baik saja. Hanya saja, tidak berapa lama sebelum kedatanganmu, nyonya Dalia seorang warga disini datang

NH: "Ya. Lantas, kenapa dengan dia?

NM: "la datang untuk membentuk dan menumbuhkan permusuhan antara aku dengan suamiku datang dengan membawa pikiran-pikiran beracun dan mencoba untuk menyesatkan aku dan keluargaku'".

NH: "Lantas, apa saja yang la katakan padarnu?".

NM: "la menganjurkan padaku untuk meminta cerai dari suamiku, atau aku pergi meninggalkan rumah dan anak-anak, dengan alasan suamiku telah menduakanku."

NH: "Apa untung dan rugi bagi dia kalau suamimu memang berpoligami?".

NM: "la khawatir kalau suaminya akan mengikuti jejak langkah suamiku. la sendiri tidak siap dan tidak rela untuk diduakan. Alasanya, karena suamiku seorang imam masjid yang menjadi panutan masyarakat, maka besar kemungkinan warga kampung ini akan mengikuti jejak suamiku dalam berpoligami."

NH: "La haula wa la quwwata illaa bi Allah! Jadi, hanya karena itu ia berani menganjurkan dan membujukmu untuk meminta cerai dari suami dan meninggalkan rumah dan anak-anak? Apakah menurutnya ini cara terbaik untuk menghalangi suami berpoligami? Mengapa ia harus melarang dan menghalang-halangi sesuatu yang dihalalkan oleh Allah?".

NM: "Sepertinya demikian. Yang lebih anehnya lagi, meskipun dalam dialog dan perdebatan tadi aku lebih mampu memberikan penjelasan dan alasan-alasan logis maupun alasan yang berdasarkan al-Quran, tetapi, ia tetap saja ngotot dan bersikap angkuh dalam mempertahankan pendapatnya. la terus memojokkanku ian memintaku untuk menututi keinginattnya. la berani menentang sesuatu yang tidak diketahuinya, baik secara ilmiah maupun dalam pandangan agama.

Memang, sering kali kita menyaksikan fenomena seperti itu; banyak orang yang tidak mau menerima kenyataan yang sebenarnya, dan tetap keras mempertahankan pendapatnya yang salah. Salah satu kasusnya adalah kasus poligami; sesuatu yang dihalalkan oleh Allah, tapi masyarakat lebih suka menolak, hanya karena poligami dapat menimbulkan rasa sakit hati dan cemburu. Dan memang, setiap yang menyakiti hati, jiwa tidak akan pernah siap menerimanya. Akibatnya, jiwa lebih memilih untuk berontak dan menentangnya, walaupun sebenarnya hal itu dihalalkan. Dalam konteks ini, semakin kupahami arti dan kebenaran puisi berikut ini:

Terkadang, mata yang sakit cenderung tidak sanggup memandang cahaya matahari

Justru karena sinar matahari yang begitu terang, jelas, hahkan menerangi seluruh alam.

Seperti halnya lidah yang mati rasa, tidak dapat mencicipi rasanya air.

NH: "Jangan khawatir! Memang kenyataan seperti ini cenderung ditolak oleh mayoritas perempuan, dengan alasan cemburu. Ketidakrelaan mereka tumbuh dan berkembang dar-i berita dan wacana yang digembor­gemborkan di berbagai media. Pikiran mereka telah diracuni dan disesatkan oleh pikiran-pikiran yang digulirkan oleh orang-orang Barat dan kaum orientalis.

Barangkali, ada baiknya jika kuceritakan kepadamu peristiwa dan hal-hal yang kualami ketik. suamiku berpoligami. Semua perempuan yang mengetahui hal itu memanas-manasiku dan menganjurkanku untuk meminta cerai darinva Ya...mungkin persis seperti yang dikatakan oleh nyonya Dalia kepadamu. Kamu tahu jawaban apa yang kusampaikan kepada mereka? Subhanallah...Ialu, setelah aku bercerai darinya, apa yang harus kulakukan? Apakah aku harus melarang suamiku untuk melakukan sesuatu yang disyariatkan oleh Allah, dan menghalalkannya bagi kaum lelaki? Padahal, kalau saja mereka mau jujur dengan keadaan mereka, betapa banyak perempuan­perempuan yang merasa menyesal, setelah memWta cerai dari suami mereka yang berpoligami. Tapi sayang sekali, penyesalan selalu datang terlambat. Akibatnya, mereka justru tinggal sendirian, tanpa suami, tanpa anak-anak, tanpa rumah tangga, dan menjadi janda yang tersisih dalam masyarakat."

NM: "Memang...apalagi yang dialami oleh prempuan yang meminta cerai dari suaminya selain penyesalan yang sangat mendalam!".

NH: "Aku pernah mengajukan beberapa permintaan kepada seorang perempuan, dan meminta kepadanya untuk mau memberikan jawaban yang sejujur-jujurnya.

NM: "Pertanyaan-pertanyaan apa yang kau ajukan?.

N H: "Kalau aku menuruti saranmu untuk meminta dari suamiku, dan suamikupun memberikannya, apa harus kulakukan setelah itu?".

Perempuan itu menjawab: "Ya...kamu bisa kembali kepada orang tuamu dengan penuh kehormatan dan kemuliaaan. Karena kamu sudah punya sikap yang menentang poligami yang sangat menyakitkan perasaan kaum wanita. Bahkan, kamu akan bangga dan membusungkan dada atas keberanianmu. Karena dengan itu, suamimu telah menghinakan kehormatan dan derajatmu".

Lalu. aku melanjutkan pertanyaan berikutnya, anak-anakku akan kutinggalkan di mana?".

Jawabnya, "Biarkan saja mereka bersama bapaknya, agar ia tetap membiayai hidup mereka. Toh kenyataannya, mereka itu tanggung jawabnya".

"Kemudian, apa yang akan kulakukan di rumah orang tuaku?", tanyaku dengan nada sengit.

"Tentu saja kamu akan menikah lagi dengan laki­-laki lain?", jawab perempuan itu seenaknya.

"Bagaimana kalau ternyata tidak ada lagi laki-laki yang datang melamarku?", aku terus saja bertanya. "Pasti ada, insyaallah!'". Jawab perempuan itu dengan nada optimis.

"Oke...kalau begitu, kira-kira laki-laki yang akan melamarku ini masih lajang atau duda, atau mungkin suami orang?", aku terus saja bertanya.

"Tentu saja laki-laki yang sudah menikah. Apa mungkin ada laki-laki lajang bersedia menikah dengan perempuan janda yang telah diceraikan suaminya. apalagi dengan perempuan yang telah memiliki banyak anak?", tanyanya dengan nada sinis. "Mustahil ada laki­-laki lajang yang mau menikah dengan janda Kebanyakan lelaki pasti mencari perawan untuk dinikahinya. Bukankah Rasul Saw. juga menganjurkar demikian, sebagaimana hadis berikut ini : Artinya: "Nikahilah wanita-wanita yang masih perawan agar kamu lebih bisa bercanda dengannya dan dia juga bisa mencandaimu!".

Lalu, aku melanjutkan pertanyaanku: "Bagaimana kalau ternyata laki-laki yang menikahimu juga memiliki punya anak?”

"Apakah sikapku ini tidak akan merugikan anak­-anakku sendiri; bagaimana mungkin aku mengasuh anak orang lain dan membiarkan anak-anakku terlantar atau diasuh oleh orang lain? Hal ini sama artinya dengan aku mengharamkan kasih dan sayangku bagi anak-anakku. apakah aku juga harus menyiksa diri berpisah dengan . Anak-anakku hanya karena keegoisanku yang memilih bercerai karena suamiku berpoligami? Padahal, dengan meminta cerai, aku bukan hanya menyiksa diri dan anak - anakku, tapi juga telah menentang perintah Allah. Bahkan, dengan sikap ini aku telah terlarang masuk masuk surga, sebagaimana yang dikatakan oleh Rasul Saw., Bahwa seorang perempuan yang meminta cerai dari suaminya tanpa alasan yang dibenarkan oleh agama, ia tidak akan pernah mencium bau surga. Bukan hanya itu, yang demikian juga akan menimbulkan pandangan negatif suami terhadap istrinya, dan besar kemungkinan akan mempergaulinya dengan cara yang tidak baik. Karena ibu dari anak-anaknya tega meninggalkan mereka karena keegoisannya.

Menurutku, ketika Allah menciptakan kaum di satu sisi, dan di sisi lain Dia mensyariatkan poligami bagi laki-laki, berarti besar kemungkinan bahwa konsep poligami tidak berdampak negatif bagi perempuan. Karena Dia yang lebih mengetahui apa yang baik bagi makhluk-Nya, baik itu di dunia maupun di akhirat kelak.

Pada akhirnya, perempuan itu bila memahami penjelasan dan alasanku seraya berkata: "Ya...aku bisa memahami penjelasanmu. Mengapa kita tidak berpikir bahwa poligami itu bagian dari syariat Allah? Mengapa kita hanya asyik memikirkan kepentingan kita sendiri dan melupakan nasib saudari-saudari kita yang menjanda maupun yang perawan tua? Bukankah Rasul Saw. pernah bersabda dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh al-­Bukhari dan Muslim, yang disampaikan oleh Anas bin Malik ra.:

Artinya: "Tidaklah seseorang dikatakan beriman, hingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri”.

Kalau kita berpikir lebih lanjut, "siapa lagi yang akan memperhatikan wanita-wanita janda dan perawan hia itu? Kemudian ia menambahkan, "astaghfirullah, aku memohon ampun kepada Allah atas kekhilafanku selama in]. Apa yang kupahami selama ini ternyata salah. Mengapa aku harus lebih mempercayai perkataan orang­-orang bodoh tentang poligami? Aku berdoa semoga Allah menjadikanku dari golongan orang-orang yang mendengarkan kebaikan dan mengikuti sikap dari perbuatan yang terbaik. Amin

NM: "Semoga Allah membalas nasehatmu kepada perempuan itu.

NH: "Itulah sebabnya aku menganjurkan kepada kamu untuk tidak marah dan emosi kepada wanita­-wanita yang menyalahkan pilihanmu. Karena pada dasarnya mereka tidak mengetahui apa sebenarnya poligami itu. Selama ini, mereka hanya mendapatkan informasi yang kurang tepat dari media-media yang beredar. Jadi, kewajiban kita sekarang adalah memahamkan mereka arti dan hakikat poligami yang sebenarnya dan mengajak mereka agar kembali ke jalan yang benar. Bukankah Allah Ta'ala telah berfirman:

"Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?". {Q.S.Fushshilat; 33}.

Ayat ini mengajari kita untuk bersabar menghadapi sikap mereka dan mengajak mereka ke jalan hidayah.

NM: "Terima kasih untuk nasihatmu ya!".

NH: "Kalau begitu, aku pamit dulu ya! Sepertinya aku sudah terlambat menjemput anak-anak. Mudah­-mudahan kita bertemu lagi di waktu yang akan datang.

(kemudian la pamit sambil membaca doa perpisahan).

Setelah kepergian nyonya Hasan, perlahan-lahan wajah nyonya Mahmud kembali ceria dan optimis menghadapi hari esok, meskipun ia percaya bahwa masih banyak bentuk tantangan yang akan dihadapinya. kemudian, ia pergi menemui suaminya sambil mengatakan : "teman-teman seperjuangan kita dalam menegakkan agama Allah, benar-benar membantu kita untuk tetap teguh mempertahankan ajarannya".

Suami: "Oya! Bisa kamu jelaskan bentuk-bentuk bantuan tersebut!".

NM: "Ketika kita mengunjunginya, la memuliakan Ketika kita melakukan kebaikan, mereka berterima kasih dengan tulus. Ketika bergaul dan berbincang­ - bincang dengan mereka, memberikan banyak hal yang bermanfaat bagi. Ketika kita menjadi orang yang lebih aniaya, mereka menghormati dan menghargai kita, dan apabila usia kita lebih muda, mereka menyayangi kita. Mereka hanya menyampaikan hal-hal yang membuat kita senang, bahagia, dan bermanfaat.

Suami: "Semoga Allah memberi kebaikan atas ketulusanmu dalam menjalankan syariat-Nya, memuliakanmu, dan meningkatkan ketakwaanmu. Amin.

Tidak ada komentar: